Wibawa Polri hanya ‘dihargai’ Rp. 1000

Gambar Ilustrasi: http://stat.kompasiana.com/files/2010/09/kapolri091008-2.jpg
Oleh: Gelar S. Ramdhani
Pagi tadi (Selasa, 7 Juni 2011) ketika hendak membuka gerbang rumah, ternyata harian Kompas edisi hari ini telah datang menyambutku di serambi rumah. Tak sabar lagi rasanya ingin menyimak ada apa Indonesiaku hari ini? sangat terkejut ketika melihat headline Kompas hari ini, bagaimana tidak terkejut membaca “Wibawa Polri Makin Merosot”
“JAKARTA, KOMPAS - Tergerusnya rasa aman di masyarakat saat ini tidak terlepas dari semakin merosotnya kewibawaan jajaran Kepolisian Negara Republik Indonesia. Terbukti polisi tidak hanya tak dapat melindungi masyarakat sepenuhnya, tetapi juga menjadi sasaran dari gangguan keamanan itu”
Itulah paragraf awal headline Kompas hari ini, sedikit kontroversial memang ketika ada orang yang membacanya, bagi sebagian pihak mungkin Bung Timur Pradopo dan jajarannya akan merasa gerah atau dalam arti lain tidak sependapat, ika ada pendapat media atau pendapat masyarakat yang menyatakan hari ini lembaga Kepolisian Negara Republik Indonesia sedikit demi sedikit kehilangan taring alias kehilangan wibawanya.
Mungkin pihak Kepolisian yang menjadi alasan tidak sependapatnya, karena lembaga ini melalui gerakan reformasi birokrasi dalam tubuh internal merasa sudah maksimal bekerja untuk menjaga dan meningkatkan citra/wibawa  serta pelayanannya, tapi mengapa masih ada yang berpendapat kalau Polri wibawanya makin hari makin merosot? sah-sah saja jika ada jajaran Polri yang berpendapat seperti ini, akan tetapi opini masyarakat di media bukan untuk dijadikan momok menakutkan yang membuat gelisah jajaran kepolisian, justru hal semacam ini harus dijadikan indikator Polri dalam mengevaluasi dan meingkatkan kinerjanya.
Menurut pendapat saya Polri jangan dulu merasa puas dengan pelayanan dan reformasi birokrasi yang dilakukan saat ini, karena dalam ideologi saya sebagai lembaga pelayan masyarakat sangat haram kalau menyatakan puas, sebagai pelayan masyarakat setiap saat harus terus menerus mengevaluasi diri, karena indikator keberhasilan bagi pelayan adalah kepuasan konsumen.
Selain itu mengapa Polri jangan dulu merasa puas? karena dalam sudut pandang saya reformasi yang dilakukan dalam tubuh Polri belum sempurna, dalam arti lain ‘pembersihan’ tubuh Polri dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab belum sampai ke akar-akarnya.
Mari kita lihat kenyataan dilapangan hari ini, tentang oknum yang merusak citra dan wibawa kepolisian. Contoh kecilnya, Sebut saja di suatu daerah (maaf saya akan menyebutkan daerahnya) di daerah itu ada sebuah kantor Polisi sektor (Polsek), kebetulan Polsek tersebut berada di tepi jalan raya yang setiap harinya dilalui  kendaraan-kendaraan.Ada suatu kegiatan yang dilakukan Polsek tersebut, yang mana kegiatan itu masih menjadi tanda tanya besar bagi saya. Kegiatannya berupa setiap ada truk atau kendaraan bak terbuka lainnya yang lewat Polsek itu harus bayar ‘upeti’, nominalnya rata-rata Rp. 1000, mengapa saya tanda tanya besar terkait kegiatan itu? Pertanyaannya, apakah pemberian dari sopir truk kepada oknum polsek itu legal? (Semoga saja legal, ada peraturan tertulisnya) kalau legal, mengapa kadang-kadang oknum polisi yang memungutnya ragu-ragu malah sambil tengok sana-sini, atau kadang-kadang malah menyuruh masyarakat biasa untuk memungutnya.
Dalam suatu kesempatan saya pernah berdiskusi dengan seorang lelaki, yang mana beliau adalah seorang perwira Kepolisian berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi, dalam ‘curhatannya’ beliau sebagai seorang perwira yang memimpin sebuah Polres bekerja keras setiap hari untuk meningkatkan serta menjaga nama baik Polri, tapi disisi lain masih ada oknum yang rela ‘menjual’ kehormatan institusinya dengan harga Rp. 1000?
Hal seperti inilah yang harus menjadi perhatian Polri khususnya para petingginya, dalam menjaga keamanan dan keutuhan Bangsa ini Polri memerlukan taring yang kuat, dan taring yang kuat tersebut akan tercipta dari wibawa kepolisian yang baik, sama halnya dengan yang dikatakan oleh Bung Hendardi (Ketua Setara Institute) dalam Kompas hari ini menyatakan: “Untuk memperbaiki citra itu, Kepolisian diminta meningkatkan kinerja berupa disiplin anggota, dan memperkuat sistem intelejen”.
Akan tetapi perlu ditegaskan bahwa tidak semestinya wibawa dibentuk dari sikap arogansi sebagai aparat, Polisi masa kini harus semakin humanis, harus semakin dekat dengan masyarakat, karena pada dasarnya dalam memerangi kejahatan dan pelanggaran adalah tanggung jawab masyarakat, Polisi hanya sebagai senjata masyarakat semata. Tanpa Polisi rakyat bagai tikus tak berdaya, sebaliknya rakyat tanpa Polisi bagai macan tanpa taring, Maju terus Kepolisian Indonesia!
*Penulis adalah Mahasiswa sekaligus Presiden BEM Keluarga Besar Mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas Jenderal Soedirman (Periode 2010-2011)



Bagi Anda yang Ikut Taruhan Bola kami Rekomendasikan www.vegas99bet.com sebagai Agen Taruhan Bola Terpercaya